Breaking News

Bupati Sukabumi “Kacang Lupa Kulitnya”? Di Undang Secara Resmi Mangkir Tanpa Alasan, Tanpa Klarifikasi,





SUKABUMI —beritaekspos.com.-

Pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Sukabumi periode 2025–2028 yang digelar di Hotel Augusta, Cikukulu, Senin (22/12/2025), berubah menjadi panggung kritik terbuka terhadap sikap Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Bupati Sukabumi, Asep Japar, yang diundang secara resmi, justru mangkir tanpa alasan, tanpa klarifikasi, dan tanpa mengirimkan perwakilan.

Absennya orang nomor satu di Kabupaten Sukabumi itu bukan sekadar soal ketidakhadiran fisik. Di mata insan pers, sikap tersebut merupakan tamparan keras terhadap marwah jurnalisme, bentuk pengabaian terhadap kemitraan pers–pemerintah, serta sinyal serius merosotnya etika demokrasi di tingkat lokal.

Ironisnya, di tengah gencarnya narasi pemerintah soal keterbukaan informasi publik dan jargon “pers sebagai mitra pembangunan”, perilaku ini justru menampilkan wajah sebaliknya. Retorika indah seolah hanya menjadi hiasan spanduk dan baliho, kosong dalam implementasi nyata.

Pelantikan DPC PWRI bukan agenda mendadak. Acara ini dipersiapkan secara matang dan dihadiri jajaran pengurus PWRI lintas tingkatan, insan pers dari berbagai organisasi, serta tokoh masyarakat. Namun, pejabat yang seharusnya menjadi simbol penghormatan terhadap kebebasan pers justru tidak menunjukkan itikad hadir, bahkan sekadar menyampaikan ucapan selamat atau klarifikasi ketidakhadiran.

Ketua DPC PWRI Kabupaten Sukabumi, Rizal Pane, menegaskan bahwa undangan kepada Bupati Sukabumi telah disampaikan secara resmi dan sesuai prosedur.

“Kami mengundang Bupati secara sah dan patut, undangan dikirim jauh hari. Jika memang berhalangan dan mengutus perwakilan, mungkin kekecewaan tidak sebesar ini. Perlu ditegaskan, acara ini murni swadaya wartawan, tanpa proposal dan tanpa dana dari Pemkab. Jadi alasan untuk mengabaikannya sangat sulit diterima secara etika,” tegas Rizal.

Menurutnya, PWRI adalah organisasi profesi yang menjalankan fungsi pers sebagai mitra kritis pemerintah, bukan alat kekuasaan. Karena itu, ketidakhadiran Bupati dinilai sebagai sinyal buruk bagi masa depan hubungan pers dan pemerintah daerah.

“Jika organisasi wartawan saja diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan suara masyarakat kecil yang selama ini disuarakan oleh pers? PWRI akan tetap berada di garda terdepan membela kepentingan publik. Jangan sampai kekuasaan membuat lupa bahwa jabatan itu amanah dari rakyat,” tandasnya.

Mangkirnya Bupati Sukabumi pun memicu spekulasi tajam di kalangan insan pers. Apakah kritik media kini dianggap ancaman? Apakah kekuasaan mulai alergi terhadap kontrol publik? Pertanyaan-pertanyaan ini menguat seiring sikap diam pemerintah daerah pasca-acara.

Bahkan muncul sindiran keras bahwa kekuasaan telah membuat pemimpinnya “kacang lupa kulitnya”—lupa pada peran pers yang selama ini turut membesarkan citra, mengawal kebijakan, dan menjadi jembatan antara pemerintah dan rakyat.

Meski tanpa kehadiran kepala daerah, pelantikan DPC PWRI tetap berlangsung khidmat, bermartabat, dan penuh semangat independensi. Pengurus baru menegaskan komitmen bahwa PWRI tidak akan jinak, tidak akan tunduk, dan tidak akan membungkam kritik demi kedekatan dengan penguasa.

Hingga berita ini diturunkan, Bupati Sukabumi dan jajaran Pemerintah Kabupaten Sukabumi memilih bungkam. Tidak ada klarifikasi, tidak ada permohonan maaf, bahkan sekadar ucapan selamat pun tak terdengar. Sikap diam ini justru semakin menguatkan kesan arogansi kekuasaan dan minimnya penghormatan terhadap pers.

PWRI Kabupaten Sukabumi menegaskan, pers tidak menuntut perlakuan istimewa. Yang diminta hanyalah penghormatan terhadap profesi wartawan sebagai pilar demokrasi. Sebab tanpa pers yang bebas dan dihargai, kekuasaan berpotensi berjalan tanpa kontrol, dan demokrasi tak lebih dari sekadar slogan kosong.

 Red

BACA JUGA BERITA LAINNYA