Rekomendasi DPRD Kota Sukabumi Diserahkan Tanpa Paripurna, Bobot Politiknya Meragukan
SUKABUMI, beritaekspos. com. -
DPRD Kota Sukabumi akhirnya menyerahkan rekomendasi hasil kerja Panitia Kerja Wakaf dan Tim Komunikasi Percepatan Pembangunan kepada Wali Kota Sukabumi.
Namun, cara penyerahan yang tidak melalui rapat paripurna justru memunculkan tanda tanya besar mengenai legitimasi politik dan daya paksa rekomendasi tersebut terhadap eksekutif.
Alih-alih diputuskan dalam forum tertinggi pengambilan keputusan DPRD, rekomendasi itu diumumkan melalui konferensi pers, Rabu (24/12/2025).
Ketua DPRD Kota Sukabumi Wawan Juanda bersama dua wakil ketua membacakan langsung dokumen rekomendasi yang menyentuh dua kebijakan strategis Wali Kota yang selama ini menuai kontroversi.
Langkah ini memantik spekulasi publik. Secara normatif, keputusan DPRD lazimnya lahir dari rapat paripurna.
Ketika rekomendasi strategis disampaikan di luar mekanisme tersebut, pertanyaan pun mengemuka, apakah rekomendasi ini sekadar imbauan politik atau memiliki konsekuensi serius bagi kepala daerah.
"Substansi rekomendasi merupakan hasil kerja panjang panja DPRD, termasuk pemanggilan berbagai pihak dan kajian hukum mendalam," kata Wawan.
Namun ia juga mengakui adanya perbedaan pandangan internal DPRD yang membuat opsi paripurna tidak diambil.
Di balik penjelasan tersebut, muncul kesan bahwa rekomendasi ini lahir dari kompromi politik internal, bukan dari konsensus penuh lembaga legislatif.
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa isu wakaf uang dan TKPP bukan sekadar persoalan administratif, melainkan menyentuh kepentingan dan relasi kekuasaan di tingkat lokal.
"DPRD merekomendasikan pembatalan kerja sama Pemerintah Kota Sukabumi dengan Yayasan Pembina Pendidikan Doa Bangsa terkait Wakaf Dana Abadi," ujarnya.
DPRD menilai pelaksanaan program tersebut rawan konflik kepentingan dan belum ditopang regulasi yang memadai.
Tak hanya menghentikan program, DPRD juga meminta dana wakaf yang telah terhimpun dialihkan ke Badan Wakaf Indonesia atau lembaga resmi yang sesuai aturan.
Rekomendasi ini secara tidak langsung menegaskan adanya ketidakpercayaan DPRD terhadap skema pengelolaan yang berjalan.
Sorotan berikutnya tertuju pada Tim Komunikasi Percepatan Pembangunan. DPRD menilai pembentukan TKPP melalui Keputusan Wali Kota memiliki dasar hukum yang lemah dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan OPD.
Lebih jauh, keberadaan tim ini dinilai membuka ruang maladministrasi, terutama terkait penggunaan anggaran daerah.
Rekomendasi DPRD bahkan menyentuh susunan Dewan Pengawas RSUD R. Syamsudin SH yang diduga melanggar ketentuan usia sesuai Permendagri tentang BLUD.
"Kami meminta keputusan wali kota direvisi dan Inspektorat melakukan audit menyeluruh, termasuk terhadap dugaan rangkap jabatan dan pembayaran honorarium dari APBD," tuturnya.
Meski rekomendasi disampaikan tanpa paripurna, DPRD menegaskan siap menggunakan instrumen pengawasan lanjutan jika Wali Kota Sukabumi tidak menindaklanjutinya. Hak interpelasi, hak angket, hingga hak menyatakan pendapat disebut sebagai opsi terbuka.
Di titik ini, rekomendasi DPRD tidak lagi sekadar catatan administratif. Ia menjadi sinyal awal tarik-menarik politik antara legislatif dan eksekutif. Apakah rekomendasi ini akan direspons serius atau justru diabaikan, akan menentukan eskalasi hubungan kedua lembaga ke depan.
Publik kini menunggu, apakah DPRD berani melangkah lebih jauh dengan instrumen pengawasan formal, atau rekomendasi tanpa paripurna ini akan berhenti sebagai tekanan politik simbolik semata.
OIS

